top of page

Laporan

(Pasal 6) Perempuan Disabilitas

(Pasal 6) Perempuan Disabilitas
List of Issue

Mohon berikan informasi mengenai langkah-langkah yang telah diambil:

  • Untuk menghilangkan diskriminasi ganda dan interseksional terhadap perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas, terutama yang termasuk dalam kelompok minoritas etnis dan agama serta perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas intelektual atau psikosocial, di semua bidang kehidupan mereka, termasuk pendidikan, keluarga, pekerjaan, dan kesehatan, di seluruh negara pihak, termasuk daerah pedesaan dan pulau-pulau terpencil;

  • Untuk mengubah undang-undang yang memiliki ketentuan diskriminatif terhadap perempuan dengan disabilitas, khususnya Undang-Undang No. 1/1974 tentang perkawinan dan pasal 6 (3) dan (7) dari Undang-Undang No. 17/2014 tentang pemberian ASI eksklusif;

  • Untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan reproduksi dan program peningkatan kesadaran khusus untuk perempuan dengan disabilitas intelektual atau psikososial.


Laporan Alternatif
Laporan Koalisi DPO (OHANA)

Tidak ada data yang tersedia

Tanggapan Daftar Masalah (Koalisi/OHANA)

Tidak ada upaya sistematis dan komprehensif untuk menghilangkan diskriminasi yang saling terkait terhadap orang dengan disabilitas dari kelompok rentan dan khusus. Ini tercermin dalam beberapa aspek, (Ini berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Koalisi selama periode Januari 2020 hingga September 2020, baik di tingkat nasional maupun di 23 daerah provinsi di Indonesia) yaitu:

  • Kekurangan pengumpulan data dan pemetaan terhadap kondisi perempuan dengan disabilitas dan orang dengan disabilitas dari kelompok rentan/marginal, yang mengakibatkan tidak adanya kebijakan spesifik untuk menangani situasi yang dialami.

  • Tidak adanya proses untuk harmonisasi produk hukum, baik di tingkat daerah maupun pusat, sehingga kebijakan diskriminatif dan tidak menguntungkan terhadap orang dengan disabilitas masih ada. Bahkan, sejumlah regulasi baru, seperti Undang-Undang Omnibus yang disahkan pada tahun 2020, masih menggunakan istilah “penyandang cacat” (orang yang cacat/orang yang terhambat).

  • Tidak ada upaya harmonisasi di tingkat daerah, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah, sehingga kebijakan daerah terkait disabilitas masih banyak bersifat diskriminatif. Harmonisasi dilakukan tetapi tidak menyentuh aspek diskriminasi disabilitas.

  • Tidak adanya satu Undang-Undang komprehensif atau kebijakan lain yang mengharmonisasi dan mengatur perubahan regulasi diskriminatif agar sesuai dengan prinsip-prinsip CRPD dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.


Peraturan Daerah dan Penghapusan Diskriminasi

Di tingkat daerah, berdasarkan pemantauan oleh organisasi disabilitas yang dikoordinasikan untuk penyampaian Laporan ini, tidak banyak daerah yang secara khusus memasukkan aspek perempuan dengan disabilitas dalam peraturan atau kebijakan daerah mereka. Di Kalimantan Timur, terdapat Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, yang dalam Pasal 6 menegaskan bahwa perempuan dengan disabilitas memiliki hak reproduksi.


Di tingkat daerah, upaya untuk menghilangkan diskriminasi yang saling terkait juga belum terlihat dalam kebijakan atau program Pemerintah Daerah. Di Jambi, misalnya, program semacam itu masih dilaksanakan bersama dengan program umum untuk perempuan, seperti program 3END, yang merupakan program Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Di daerah lain, program semacam itu juga tidak tersedia. Misalnya, di Yogyakarta, tidak ada informasi tentang program untuk komunitas tuna rungu mengenai kekerasan yang saling terkait; dalam banyak kasus, komunitas tuna rungu harus mencari penerjemah bahasa isyarat (SLI) sendiri, dan ini belum disediakan oleh pemerintah.


Di Jawa Barat, P2TP2A Provinsi Jawa Barat (Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) melakukan Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun 2017, dengan tema “Disabilitas Bebas dari Kekerasan,” yang ditujukan kepada guru Sekolah Luar Biasa (SLB). Program ini bertujuan untuk melindungi dan menjaga anak-anak dengan disabilitas di lingkungan sekolah mereka dari tindakan kekerasan. P2TP2A juga menyediakan fasilitas hotline seluler pada waktu itu. Pada tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Bandung membentuk Jaringan Kerja yang mencakup Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) dan Sinergi Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan berkolaborasi dengan LSM dan CSO. Jaringan Kerja ini dibentuk hingga tingkat kecamatan dan melakukan roadshow STOP Kekerasan untuk perempuan dan anak di setiap kecamatan serta membuka Hotline seluler. Masalah penyandang disabilitas dimasukkan dalam program ini, meskipun konsistensi dan pelaksanaannya perlu dievaluasi secara menyeluruh untuk efektivitas. Di Kabupaten Sleman, masalah SLRT juga telah dimasukkan dalam Peraturan Bupati Sleman Nomor 14 Tahun 2019 tentang Jaminan Sosial sebagai hasil advokasi kebijakan oleh CIQAL pada tahun 2019, untuk mengatur dan menjamin secara rinci dan lebih jelas masalah terkait asuransi jiwa, jaminan pendidikan atau beasiswa, asuransi kesehatan termasuk jaminan bagi perempuan dan anak dengan disabilitas yang menjadi korban kekerasan.


Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, memiliki Peraturan Daerah (PERDA) khusus yang mengatur Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, yaitu PERDA No. 15 Tahun 2019 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Bandung, yang disahkan pada 30 Desember 2019. Meskipun mengatur hak anak dan perempuan dengan disabilitas, masih banyak catatan mengenai Peraturan ini, terutama ketentuan di dalamnya tidak menjelaskan strategi pelaksanaan, banyak hanya mengulang ketentuan tentang jaminan hak dari Undang-Undang, tidak menyebutkan perangkat daerah yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan, tidak ada pasal mengenai sumber anggaran untuk semua aspek perlindungan, dan hanya mencakup anggaran terkait Kesejahteraan Sosial dan Layanan Publik.


Di Yogyakarta, Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan telah diterbitkan, tetapi belum inklusif dan tidak secara khusus mengatur perempuan dan anak dengan disabilitas yang menjadi korban kekerasan. Hal yang sama berlaku untuk Peraturan Daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota lainnya di Yogyakarta.


Di daerah lain, seperti Provinsi Jambi, terdapat Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak, tetapi PERDA tidak secara khusus mengatur perlindungan terhadap perempuan dengan disabilitas. PERDA ini hanya menyebutkan dalam Pasal 30 ayat (1), bahwa "Anak dengan kebutuhan khusus memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak-anak lainnya untuk pengembangan potensi mereka sesuai dengan martabat mereka." Dalam pasal ini, tidak ada penjelasan lebih spesifik untuk anak dengan disabilitas."


Tanggapan Daftar Masalah (HWDI)

Tidak ada data yang tersedia


Rekomendasi Komite

Mengingat komentar umum No. 3 (2016) tentang perempuan dan gadis dengan disabilitas, serta Tujuan 5 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Komite merekomendasikan agar Negara pihak:

  • Mencabut atau mengubah undang-undang yang mendiskriminasi perempuan dengan disabilitas, termasuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Provinsi Lampung Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (3) dan (7) mengenai ASI Eksklusif;

  • Memasukkan hak-hak perempuan dan gadis dengan disabilitas dalam undang-undang dan kebijakan yang terkait dengan gender, serta menyisipkan perspektif gender dalam undang-undang dan kebijakan yang terkait dengan disabilitas, melalui konsultasi yang erat dan keterlibatan aktif perempuan dan gadis dengan disabilitas;

  • Menyertakan analisis interseksional untuk perempuan dan gadis dengan disabilitas, termasuk mereka yang berasal dari kelompok minoritas adat, etnis, dan agama serta daerah pedesaan dan pulau-pulau terpencil, di semua bidang kebijakan, termasuk pendidikan, keluarga, pekerjaan, keadilan, dan kesehatan.

ⓘ Indikator

Komite merekomendasikan agar Negara Pihak mencabut atau mengubah undang-undang yang diskriminatif (seperti UU Perkawinan dan Perda ASI Eksklusif Lampung), mengarusutamakan hak dan perspektif gender perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas dalam semua legislasi dan kebijakan terkait, dan memasukkan analisis interseksional di seluruh bidang kebijakan (pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dll.) dengan melibatkan secara aktif perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas.

Lihat Tindakan Pemerintah

Periksa tindakan pemerintah terkait laporan ini dengan mengeklik tombol di bawah

(Pasal 6) Perempuan Disabilitas

In Progress

Hubungi Kami

Jl. Kaliurang KM 16,5 , Dusun Kledokan, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta 55584, Jawa, Indonesia

Jam buka: (Senin-Jumat) 9 pagi - 5 sore

TELP : 62 274 2861548

Telp : 62 274 2861548

Surel : ohanaorid@gmail.com

Contact Us

Thanks for submitting!

© 2023 Ohana Indonesia

bottom of page