top of page

Dilematika Penyandang Disabilitas dalam Mencari Hak Keadilan

Manusia hidup dalam masyarakat tidak terlepas dari proses berinteraksi satu dengan yang lain tetapi tidak semua memiliki tingkat kemampuan berkomunikasi yang sama seperti halnya teman-teman kita yang membutuhkan perhatian khusus untuk bisa bersosialisasi dan mengembangkan diri yaitu teman penyandang disabilitas. Meskipun memiliki keterbatasan tetapi mereka sama seperti manusia pada umumnya yang memiliki hak asasi termasuk hal untuk hidup dan melangsungkan hidupnya sebagaimana negara menjamin hak-hak manusia termasuk juga penyandang Disabilitas dalam Undang-Undang Dasar 1945 Negara Indonesia BAB XA tentang Hak Asasi Manusia pasal 28A sampai 28J bahwa hak-hak asasi manusia berada dalam perlindungan Negara.

Teman-teman disabilitas juga tidak luput dari masalah dalam kehidupan, masalah yang berkaitan dengan hukum misalnya mereka yang terlibat mengharusnya melakukan penyelesaian bersama yang membuat mereka harus berinteraksi satu dengan yang lain serta dengan para penegak hukum ataupun instansi layanan publik terkait. Teman-teman penyandang Disabilitas juga memerlukan penanganan yang sama dengan manusia pada umumnya, baik itu sebagai korban maupaun sebagai pelaku, penyandang disabilitas berhak menuntut haknya, serta mamahami proses peradilan pada umumnya. Tetapi pada kenyataaannya teman-teman penyandang disabilitas masih banyak memiliki problematika untuk memperjuangkan hak-haknya terkait dengan kendala aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik karena minimnya cara komunikasi yang menyebabkan mereka tidak bisa mengungkapkan keadaan yang terjadi, dan pelayanan publik yang tidak menyediakan ahli isyarat sebagai jembatan komunikasi. Problematika lain terkait biaya pendanaan atau biasa disebut akomodasi yang mereka butuhkan untuk keperluan pendampingan baik menggunakan penasehat hukum atau jasa psikolog masih menjadi kendala. Padahal telah termuat di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas pada pasal 18 dan pasal 19 terkait hak aksesibilitas dan hak pelayanan publik yang mana undang-undang ini menjamin kedua hal tersebut yang terjadi justru ketidaksesuaian dengan keadaan di lapangan sumber pendanaan yang tidak diatur jelas.

Mereka yang terlibat hukum masih harus menghadapi stigma masyarakat yang dapat memicu terganggunya mental, fisik hingga sosialnya. Penyandang Disabilitas juga membutuhkan pemulihan pasca trauma atau biasa disebut dengan habilitasi dan rehabilitasi, mereka membutuhkan suatu wadah untuk membuat mereka bisa percaya diri kembali dan dapat menjalani kehidupan pasca masalah sehingga mereka bisa kembali ke masyarakat secara bermartabat. UndangUndang No.8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas pada pasal 21 juga telah mengatur tentang hal tersebut artinya negara juga mendukung adanya habilitasi dan rehabilitasi namun semua itu tidak akan terwujud tanpa kerja sama masyarakat. Dibutuhkan adanya tempat yang memberikan pelatihan dan pendampingan bagi mereka yang bermasalah dengan hukum dan negara berhak mengawasi untuk meminimalisir adanya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas yang rentan terjadi karena adanya stigma negatif dari masyarakat maupun lingkungan sekitarnya.

9 views0 comments

Recent Posts

See All

Tujuan dari penyampaian keterangan ahli dalam sidang Mahkamah Konstitusi adalah memberikan detail pemahaman tentang keterkaitan hukum Hak Asasi International, khususnya Konvensi PBB tentang Hak Peny

bottom of page